Kamis, 27 Desember 2007

Pesimistis terhadap Pelayanan Birokrat...

Rencana Pemerintah Kota Palembang untuk mendirikan kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau PTSP ditanggapi dengan gamang oleh pelaku usaha. Mereka mengaku khawatir, pelayanan terpadu tersebut tidak akan berjalan jika tidak disertai perubahan mental aparat pelaksananya.

Bagi kalangan pengusaha, inkonsistensi pemerintah dalam menerapkan aturan perizinan bukan lagi hal yang baru. Bak "mimpi" buruk, pelaku usaha di Palembang kerap menghadapi prosedur perizinan yang berbelit-belit, serta menghabiskan banyak waktu dan biaya.

Pengusaha di Palembang terpaksa mengeluarkan banyak biaya tambahan agar perizinan diperlancar. Bahkan bila perlu, membayar calo untuk mempercepat pengurusan dokumen perizinan usaha.

Pengembang Perumahan Kampung Palembang, Sakim, mengatakan, pemerintah sudah menerbitkan aturan perizinan yang mendukung investasi. Namun, dalam kenyataannya, prosedur perizinan memakan waktu lama, dan disertai pungutan-pungutan tidak resmi yang di luar perkiraan pelaku usaha.

"Jika tidak mengeluarkan biaya tambahan, penerbitan surat izin kerap dipersulit. Pengusaha tidak punya pilihan selain mengikuti ketentuan tidak resmi itu," kata Sakim, Selasa (26/6).

Hal senada dikemukakan pengusaha perkebunan, Akib. Ia selalu mengalami kesulitan dalam mengurus perizinan. Misalnya, untuk mengurus izin lokasi sampai hak guna usaha, dia terpaksa menghabiskan waktu satu sampai dua tahun.

Padahal dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu telah ditetapkan bahwa pelayanan perizinan dan nonperizinan paling lama 15 hari kerja. Namun, pelaksanaan aturan itu masih jauh dari harapan.

Akib mengatakan, pemerintah jangan hanya berhenti pada aturan, tetapi juga pada praktiknya. Pengusaha sangat mengharapkan transparansi dalam perizinan, sehingga mereka memiliki kepastian biaya dan waktu dalam setiap berinvestasi.

Ia mengatakan, seringkali pengusaha dipersulit saat mengurus perizinan. Padahal, pengusaha tak mungkin mundur karena telanjur keluar banyak biaya.

Namun, sejumlah pengusaha mengaku kesulitan untuk mengadukan praktik penyimpangan tersebut. Mereka memilih pasrah untuk mengikuti birokrasi yang berbelit-belit, meskipun dalam Permendagri telah dicantumkan mekanisme pengaduan terhadap penyimpangan prosedur perizinan.

Menurut Sakim, pengaduan itu akan menjadi bumerang bagi pengusaha, jika sulit menunjukkan bukti-bukti. Padahal, praktik pungutan liar itu hampir seluruhnya sulit dibuktikan karena tidak ada bukti tertulis.

Jadi, pelaku usaha menilai, kebijakan pelayanan terpadu satu pintu tidak akan berhasil tanpa komitmen dari aparat pelaksana pelayanan tersebut. Hal itu tercermin dari banyaknya aturan perizinan yang selama ini tidak terlaksana.

"Kebijakan itu akan sia-sia kalau tidak didukung sumber daya manusia yang memadai. Saya berharap, kebijakan itu diikuti dengan pembenahan aparat pelayanan agar mempunyai komitmen untuk menjalankan aturan," ujar Sakim.

Sudah saatnya pemerintah membuktikan kesungguhannya untuk mendukung iklim investasi. Tanpa kepastian dan komitmen, kebijakan PTSP hanya akan menuai pesimistis dari kalangan pengusaha. (bm lukita grahadyarini)

http://kompas.com/kompas-cetak/0706/27/sumbagsel/3631661.htm

[+/-] Selengkapnya...

 

© 2007 Birokrasi Kita | Design by RAM | Template by : Unique